Penyakit menular seksual (PMS) merupakan masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Namun, selain harus berjuang melawan penyakitnya, para penderita juga harus menghadapi stigma dan diskriminasi yang sering kali melekat padanya. Tentu saja, hal ini sangat mempersulit proses penyembuhan dan pemulihan mereka.
Menurut dr. Inge Permadhi, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), stigma dan diskriminasi terhadap penderita PMS bisa berasal dari berbagai faktor. Salah satunya adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit ini. “Banyak orang masih menganggap PMS sebagai penyakit yang hanya menyerang orang-orang yang hidup tidak sehat atau berperilaku tidak bermoral. Padahal, siapa pun bisa terinfeksi PMS, termasuk mereka yang berada dalam hubungan monogami dan menggunakan kondom secara konsisten,” jelas dr. Inge.
Untuk mengatasi stigma dan diskriminasi terhadap penderita PMS di Indonesia, dibutuhkan peran serta semua pihak. Salah satunya adalah dengan memberikan edukasi yang tepat kepada masyarakat. Menurut Prof. dr. dr. Anies Mulyadi, Sp.KK(K), M.Kes, DTM&H, seorang ahli dermatologi dan venerologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, “Pendidikan tentang PMS harus dimulai sejak dini, baik di sekolah maupun di masyarakat umum. Dengan begitu, kita bisa mencegah penyebaran PMS dan juga mengurangi stigma yang melekat pada penderita.”
Selain itu, penting juga untuk memberikan dukungan psikososial kepada para penderita PMS. Menurut dr. Adinda Putri, seorang psikolog klinis yang sering menangani kasus stigma dan diskriminasi, “Para penderita PMS seringkali merasa terisolasi dan malu untuk mencari bantuan karena takut dijauhi oleh orang lain. Oleh karena itu, mereka perlu didukung secara emosional agar bisa menghadapi stigma dan diskriminasi dengan lebih baik.”
Dengan kerja sama antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat, diharapkan stigma dan diskriminasi terhadap penderita PMS di Indonesia dapat diminimalkan. Sebagai masyarakat yang beradab, sudah seharusnya kita memberikan dukungan dan perlindungan kepada sesama, tanpa terkecuali. Kita semua berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan layak, tanpa harus ditentukan oleh kondisi kesehatan kita. Semoga dengan upaya bersama, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi para penderita PMS di Indonesia.